MENDORONG UPK PROFESIONAL MENGELOLA DANA BERGULIR
Saat android pertama kali hadir tahun
2008, petinggi Nokia mengejeknya sebagai
semut kecil yang mudah digilas. Tren anak kampus doang. Begitu
komen Yahoo saat Facebook muncul.Ketika Canon mengeluarkan
kamera digital, Kodak mati-matian membela kamera
analognya.
Sejarah kelam di atas sepertinya cocok untuk menggambarkan nasib UPK saat
ini. Hidup segan mati pun tak mau. Dana dari pemerintah yang jumlahnya triliunan lenyap
seketika karena salah dalam mengelola dana UPK tidak profesional. Menjadi pertanyaan bagi kita
semua, kenapa ekonomi bergulir yang dikelola oleh UPK rata-rata macet?
Tentu
kita tidak bisa saling
menyalahkan. Semua punya peran masing masing, baik UPK, LKM, Perangkat desa
maupun Fasilitator mempunyai tugas dan fungsi yang saling berkaitan untuk menjamin UPK berjalan
lancar. Salah satu faktor yang menurut penulis sangat berpengaruh dalam kemacetan
UPK yaitu terlalu lambat untuk berubah. Sebenarnya
banyak kebijakan-kebijakan yang membuat UPK lambat untuk berubah.
Kita bisa membandingkan dengan lembaga keuangan lain misalnya
Bank, BPR,
Koperasi, Bank Titil. Selanjutnya akan saya sebut kompetitor saja. mereka adalah kompetitor UPK secara langsung. Mereka
menerapkan bunga yang fluktuatif. Tergantung suku bunga acuan dan tingkat
inflasi sehingga mereka mempunyai nilai lebih daripada UPK,
Sementara UPK bunganya dari dulu tidak
mengalami perubahan.
Menjadi
renungan bersama ketika musim Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) masyarakat meminjam
uang di UPK,
mereka sadar bahwa uang tersebut adalah milik negara dan ada kewajiban untuk
dikembalikan. Roda zaman sudah berubah. Sekarang masyarakat sudah tahu bahwa uang
negara tidak dikembalikan juga gak apa-apa, alas an masyarakat
adalah karena dana UPK yang dipinjam dari UPK tidak ada petugas secara tegas
yang menagih.
Tampaknya
fenomena di atas menghinggapi pemahaman
masyarakat sekarang, bahwa uang negara adalah uang hibah yang
tidak perlu dikembalikan.
Hal ini berbeda dengan kompetitor sadar bahwa dengan tidak adanya jaminan makan
tidak akan ada ikatan dengan debitur, sehingga mereka menerapkan jaminan untuk
pinjaman. Bisa berupa KTP, BPKB, atau surat berharga lainnya.Dengan adanya
jaminan, saya yakin UPK bisa bergerak lebih jauh lagi dan kemungkinan
mendapatkan profit akan lebih mudah. Jaminan
kepercayaan antara peminjam dalam hal ini masyarakat miskin (PS 2) di satu sisi
sebagai bagian dari komitmen pemerintah untuk mendorong agar masyarakat seger
pulih dari penyakit kemiskinan, tetapi di sisi lain, masyarakat miskin menilai
bahwa meminjam uang UPK sebagai hibah Negara tak perlu dikembalikan
Ketika penulis masih bekerja di bidang perbankan. Sedikit
banyak, penulis tahu peraturan tentang perbankan. Banyak sekali peraturan yang
bisa diterapkan pada UPK. Pertama adalah untuk jatuh tempo keterlambatan mendapatkan mendapatkan denda 0.5%
per hari, model seperti ini bisa saja diterapkan UPK. Meskipun
mekanisme ini sangat memberatkan
bagi masyarakat miskin, tapi kalau
belum melaksanakan dan menerapkannya kita tidak akan tahu seperti apa nasip UPK dan ekonomi bergulir ke depan Kedua, untuk jatuh tempo keterlambatan
setidaknya H+5 dari jatuh tempo
kita sudah harus mengingatkan peminjam bahwa sudah waktunya untuk membayar jangan
dibiarkan. apalagi
sudah berbulan bulan. Bahkan ada yang lupa angsuran perbulannya berapa
Munculnya
prinsip tanggung renteng, proposal pengajuan pinjaman menjadi salah satu
sayarat KSM untuk mendapat pinjama dari
UPK, pertayaannya adalah kenapa
harus meggunakan proposal? Dengan adanya jaminan
dengan sendirinya telah mengikat peminjam dalam hal ini KSM.
Realitas
yang terjadi di lapang bahwa tanggung renteng, adanya kelompok sebagai media
belajar orang miskin dalam mengelola uang pinjaman, serta menjadi media dalam
meningkatkan proses belajar bersama dalam kelompok tidak semudah membalikkan
telapak tangan. Yang terjadi berkelompok adalah munculnya saling curiga di
dalam kelompok. Banyak kemacetan
yang ditimbulkan karena KSM harus berkelompok. Salah satu yang umum adalah para
anggota kelompok membayarkan angsuran kepada ketua. Sedangkan oleh ketua uang
anggota tidak disetor kepada UPK.
Menjadi
tantangan tersendiri bagi kita sebagai fasilitator, apakah tetap bersikukuh
meminjamkan dana ekonomi dengan konsekuensi dana ekonomi macet total atau
dipijmkan ke masyarakat yang mampu meskipun itu keliru, tetapi masyarakat
miskin juga meminjam kepada UPK. Hal ini
semata –mata agar dana UPK bisa lancar. Salah satu dampingan kami yaitu desa petak sudah menerapkan
hal ini. Tentu ini menyalahi
SKIM pinjaman, tetapi hal ini dilakukan semata-mata untuk menyalamatkan UPK.
Saya membayangkan seumpama hal di
atas dapat dilakukan. Maka saya yakin UPK akan bisa
bernafas lebih panjang. Bisa jadi akan mendapatkan profit yang akan bisa
menghidupkan para karyawannya.Dengan profit yang tinggi maka otomatis
karyawannya akan mendapatkan imbalan yang setimpal.
Penagihan yang dilakukan UPK bersama Fasilitator sudah
bagus dan terbukti progres untuk Kabupaten Nganjuk mengalami peningkatan tajam.
Tapi kita butuh perubahan drastis agar UPK bisa terus
bernafas. Trus pertanyaannya. Bisa tidak hal di
atas diterapkan pada UPK?
Kalau pihak manajemen atau program maau
melakukan perubahan
dan berinovasi tentu
tidak ada yang mustahil.
Seandainya fasilitator boleh melakukan perubahan seperti
di atas,
maka lambat laun UPK akan mengalami kemajuan.
Semoga tulisan ini menjadi spirit untuk
melakukan perubahan dan inovasi. Sebagaimana yang disampaikan oleh Alan
Deutschman dalam bukunya Change Or Die atau ilmuwan Darwin, yang mengatakan bahwa
kecerdasan yang sesungguhnya adalah kemampuan untuk melakukan adaptasi dengan
perubahan. Jika UPK tidak mampu melakukan langkah-langkah perubahan dan
inovasi, maka pelan tapi pasti UPK akan mati ditelan usia[]
Penulis adalah Fasilitator Sosial Tim 1.13 Kec. Bagor
Penulis adalah Fasilitator Sosial Tim 1.13 Kec. Bagor
Post a Comment